TUGAS
ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL
“ PENANGANAN
AWAL,LANJUTAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL SERTA PRINSIP PENCEGAHAN
PENENTUAN PENANGANAN SYOK”
TINGKAT
IIB
KELOMPOK
IV
Apriliyani H. Outang
|
Ni Wayan A.K.Dewi
|
Elisabeth E.P. Ngawang
|
Yustina P.Woa
|
Agustina Miso
|
Umi Hasna
|
Fridolina A.M Bima
|
Getrudis A.Semu
|
Maria Sarlyanti Bria
|
|
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
JURUSAN KEBIDANAN
2015/2016
D.
Langkah Awal Penanganan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Kegawatdaruratan
adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,seringkali
merupakan kejadian yang berbahaya (dorland,2011).
Kegawatdaruratan
maternal adalah perdarrahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awala
kehamilan(abortus, molahidatidosa, kistavasikuler, kehamilan extrauteri atau
ektopik) dan perrdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan
pervagina setelah sectio caesar,rettentio plassenta atau pasenta inkomplet
),perdarahan pasca persalinan, hematoma ,koagulopati obstetri.
Kegawatdaruratan
neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yanng tepat
pada bayi baru lahir yang sakit kritis(<28 hari) ,membutuhkan pengetahuan
yang dalam mengenali pperubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam
jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (sharieff,Brousseau,2006)
1. Langkah
awal penanganan kegawatdaruratan maternal
a. Abortus
Abortus adalah berakhirnya
kehamilan sebelum anaka dapa hidup didunia luar.Untuk menangani pasien abortus
ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami antara
lain :
1) Abortus
komplit
Adalah seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.
Penanganan awal pada abortus komplit antara
lain :
a) Tidak
perlu evakuasi lagi
b) Observasi
untuk melihat adanya perdarahan banyak
c) Pastikan
untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
d) Apabila
terdapat anemia sedang,berikan tablet sulfas verrosus 600 mg/hari selama 2 minggu,jika anemia berat
berikan transfusi darah.
2) Abortus
inkomplit
Adalah
sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan namun sebagiannya lagi masih
tertinggal di dalam rahim.
Penanganan awal pada abortus inkomplit antara
lain :
a) Jika
perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi
dapat dilakukan secara digital atau dengan cunan ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks.
b) Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misosprostol 400 mcg/oral
c) Jika
perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan :
i.
Aspirasi vakum manual merupakan metode evakuasi yang
terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
ii.
Jika evakuasi belum dapat
dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
I.M atau misoprostol 400 mcg/oral
iii.
Jika kehamilan lebih dari 16
minggu :
iv.
Berikan infus oksitosin 20
unit dalam 500 cairan iv, dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi
eksppulsi hasil konsepsi
d) Jika
perlu berikan misoprostol 200 mcg/vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspullsi
hasil konsepsi
e) Evakuasi
sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus
f) Pastikan
untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3) Abortus
insipiens
Abortus
ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Penanganannya yaitu:
a) Jika
usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan
Aspirasi Vakum Manual (AVM). Jika
evakuasi tidak dapat segera di lakukan:
I.
Berikan ergometrin 0,2 mg
I.M. atau misoprostol 400 mcg peroral
II.
Segera lakukan persiapan
untuk pengeluaran haasil konsepsi dari uterus.
b) Jika
usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
i.
Tunggu ekspulsi spontan
hasil kosepsi, kemudian evakuasi sisa-sisa hasil konsepsi
ii.
Jika perlu, lakukan infus 20
unit oksitosin dalam 500 ml cairan I.V dengan kecepatan 400 tetes permenit
untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
iii.
Pastikan untuk tetap
memantau kondisi ibu setelah penanganan
4) Abortus
iminens
Abortus iminens adalah abortus yang baru
mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya. Penanganannya yaitu:
a) Tidak
perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
b) Jangan
melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual
c) Jika
perdarahan:
i.
Berhenti: lakukan asuhan
antenatal seperti biasa. Lakukan penilaian jika perdarahan terjadi lagi.
ii.
Terus berlangsung: nilai
kondisi janin. Lakukan konfirmasi kemungkinan penyebab lain. Perdarahan
berlanjut, khususnya jika ditemui uterus lebih besar dari yang di harapkan,
mungkin menunjukan kehamilan ganda atau mola.
5) Missed
abortion
Missed abortion adalah keadaan dimana janin
telaah mati sebelum minggu ke 22, tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan
atau lebih setelah janin mati.Dilakukan kuretase. Harus hati-hati karena
terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
6) Pemantauan
Pascaabortus
Sebelum ibu diperbolehkan pulang beritahu ibu
bahwa abortus sponts adalah bukan hal yang biasa terjadi dan paling sedikit 15%
dari seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis. Berilah keykinan akan
kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikut kecuali jika terdapat sepsis
atau adnya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pda kehamilan
berikut.
Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung
setelah abortus inkomplit. Ibu ini sebaiknya untuk menunda kehamilan berikut
sampai ia benar-benar pulih. Untuk ibu dengan riwayat abortus tidak aman,
konseling merupakan hal yang penting. Jika kehamilan tersebut menyebabkan
kehamilan yang tidak diingingkan, beberapa metode kontrsepsi dapat segera
dimulai dalam waktu 7 hari dengan syarat:
a) Tidak
terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b) Ibu
menerima konseling dan bantauan secukupnya dalam memilih metode kontrasepsi
yang paling sesuai.
b. Mola
hidatidosa (kista vesikular)
Mola Hidatidosa adalah suatu
kehamilan yang berkembang tidak wajat dimana tidak ditemukan janin dan hampir
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
1) Penanganan
awal adalah:
a) Jika
diagnosis kehamilan mola telah ditegakkan laakukan evakuasi uterus:
i.
Jika di butuhkan dilatasi
serviks, gunakan blok pada servical
ii.
Pengosongan dengan aspirasi
vakum manual (AVM) lebih aman dari kuretasi tajam. Resiko pervorasi dengan
menggunakan kuret tajam cukup tiggi.
iii.
Jika sumber vakum adalah
tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara
bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Isi uterus cukup banyak,
tetapi penting untuk di kosogkan secara cepat.
b) Segera
lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi beerlanjut berikan
infus oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V dengan kecepatan 40-60 tetes
permenit.
c. Extrauteri
atau ektopik
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang
pertumbuhan sel telur telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium
kavum uteri.
Penangan awal:
1) Jika
fasilitas memungkinkan, segera lakukan uji silang darah dan laparotomi. Jangan
menunggu darah sebelum melakukan pembedahan.
2) Jika
fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap dengan
memperhatikan hal-hl yang diuraikan pada bagian penilaian awal.
3) Pada
laparotomi, ekplorasi kedua ovaria dan tuba falopi:
a) Jika
terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi
b) Jika
kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingostomi.
d. Plasenta
previa
Adalah keadaan dimana
implantasi plasenta terletak pada atau di dekat serviks.
Penanganan
awal pada plasenta previa antara lain adalah :
1) Perbaiki
kekurangan cairan atau darah dengan memberkan infus cairan IV (Nacl 0,9% atau
Ringer laktat).
2) Lakukan
penilaian jumlah perdarahan:
a) Jika
perdarahan banyak dan berlangsung terus, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan atau prematuritas
b) Jika
perdarahan sedikit dan berhenti, dan fetus hidup tetapi prematur, pertimbangkan
terapi ekspektatif sampai persalinan atau terjadi perdarahan banyak.
e. Solusio
plasenta
Adalah lepasnya plasenta
dari tempat melekatnya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan.
Penangan
awal solusio plasenta antara lain adalah :
1) Lakukan
uji pembekuan darah. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit
atau terbentuknya bekuan darah lunak yang mudah terpecah menunjukan adanya
koagulopati
2) Transfusi
darah segar
3) Jika
terjadi perdarahan hebat lakukan persalinan segera,jika:
a) Pembukaan
serviks lengkap,persalinan dengan ekstraksi vakum
b) Pembukaan
serviks belum lengkap, persalinan dengan seksio sesarea
c) Jika
perdarahan ringan atau sedang (dimana ibu tidak berada dalam bahaya) tindakan
bergantung pada DJJ :
·
DJJ normal atau tidak
terdengar, pecahkan ketuban dengan kokher ;
d) Jika
kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
e) Jika
serviks kenyal, tebal, dan tertutup lakukan seksio sesarrea
f) DJJ
abnormal (<100 atau > 180 X/menit) :
·
Lakukan persalinan
pervaginam segera
·
Jika persalinan pervaginam
tidak memungkinkan, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
f. Ruptur
Uteri
Adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah
terjadi ubungan langsung antara robekan rongga amnion dan rongga peritoneum.
Penganan
awal ruptur uteri antara lain adalah :
1) Perbaiki
kehilangan darah dengan pemberian infus IV cairan ( Nacl 0,9 % atau ringer
laktat ) sebelum tindakan pembedahan.
2) Lakukan
seksio sesarea dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi stabil.
3) Jika
uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendah daripada resiko pada
histerektomi dan ujung ruptura uterus tidak nekrosis, lakukan histerorafi.
Tindakan ini akan mengurangi waktu dan kehlangan darah saat histerektomi
4) Jika
uterus tidak dapat diperbaiki, lakukan histerktomi supravaginal, atau
histerektomi total jika didaptkan robekan sampai servik dan vagina
g. Atonia
Uteri
Adalah kontraksi uterus yang tidak terjadi
segera setelah dilakukan masase.
Penanganan
awal atonia uteri antara lain adalah :
1) Teruskan
pemijatan uterus
2) Oksitosin
dapat diberikan bersamaan atau berurutan,seperti pada tabel berikut ini ;
3) Kenali
dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
4) Antisipasi
dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan
5) Jika
perdarahan terus berlangsung,maka :
a) Pastikan
plasenta lahir lengkap
b) Jika
terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau
robekya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut
c) Lakukan
uji pembekuan darah sederhana
h. Robekan
serviks vagina dan perinium
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua
tersering dar pendarahan paska persalinan.
Penangan
awal pada robekan serviks adalah :
1) Periksa
dengan saksama dan perbaiki robekan pada serviks.
2) Lakukan
uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus berlangsung
i. Retensio
Plasenta
Adalah terlambatnya plasenta keluar setelah
30 menit bayi lahir.
Penangan
awal pada retensio plasenta adalah,antara lain :
1) Jika
plasenta terlihat di dalam vagina,mintalah iu untuk mengedan.
2) Pastikan
kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi kandung
kemih.
3) Jika
plasenta belum keluar, berikan oksitosin IM jika belum dilakukan penangan aktif
kala III
4) Jika
plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian ositosin dan utrus terasa
berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.
5) Jika
traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual
6) Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.
7) Jika
terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan
antibiotika untuk metriris.
j. Inversi
uteri
Adalah perdarahan yang
disebabkan karena sisa plasenta dalam uterus.
Penangan
awal inversi uteri adalah antara lain :
1) Jika
ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg berat badan (tetapi jangan lebih
dari 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kg berat
badan IM
2) Jika
perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan uji
pembekuan darah sederhana.
3) Berikan
antibiotika provilaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus ;
a) Ampicilin
2 gram IV ditambah metronidazol 500 mg IV
b) Atau
sefazolin 1 gram IV ditambah metronidazol 500 mg IV
4) Jika
terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan
antibiotika untuk metritis
5) Jika
dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vagina. Hal ini mungkin
membutuhkan rujukan kepusat pelayanan kesehatan tersier.
k. Perdarahan
Pasca persalinan tertunda (sekunder)
Penanganan awal pada perdarhan pasca
persalinan tertunda antara lain adalah ;
1) Jika
teradi anemia berat (hemoglobin < 8g/dl atau hematokrit < 20 %), siapkan
transfusi dan berikan tablet besi oral dan asam folat.
2) Jika
terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina yang berbau) berikan
antibiotika untuk metritis
3) Berikan
oksitosin
4) Jika
serviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi denga tangan untuk mengeluarkan
bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik
yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak
keluar.
5) Jika
serviks tidak berdilatasi, evakuadi uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta.
6) Pada
kasus yang lebih jarang, jka perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan
melakukan ligasi arteri uterina dan utero ovarika atau histerktomi.
7) Lakukan
pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.
2. Langkah
awal penanganan kegawatdaruratan neonatal
a. Kejang
(pada neonatal )
Penanganan
awal :
1) Pasang
jalur infuse IV
2) Bila
kadar glukosa kuran 45 mg/dL , tanggani hipoglikemianya sebelum melanjutkan
manajemen kejang seperti di bawah ini , untuk menyingkirkan kemungkinan
hipoglikemia sebagai penyebab kejang
3) Bila
bayi dalam keadaan kejang atau bayi kejang dalam bebrapa jam terakhir, beri
injeksi fenobarbital 20 mg / kg bb secara IV, di berikan pelan – pelan dalam
waktu 5 menit :
a) Bila
jalur IV belum terpasang beri injeksi fenobarbital 20 mg/kg dosis tunggal
secara IM
b) Bila
kejang tidak berhenti dalam 30 menit, beri ulangan fenobarbital 10 mg/kg bb
secara IV atau IM . dapat di ulangi sekali lagi 30 menit kemudian bila perlu.
c) Bila
kejang masih berlanjut atau berulang beri injeksi fenitoin 20 mg/kg dengan memperhatikan
hal – hal sebagai berikut :
·
Fenitoin hanya boleh di
berikan secara IV
·
Campur dosis fenitoin
kedalam 15 ml garam fisiologis dan di berikan dengan kecepatan 0,5 ml / menit selama 30 menit.
Fenitoin hanya boleh di campur dengan larutan
garam fisiologis, sebab jenis cairan lain akan mengakibatkan
kristalisasi . monitor denyut jantung
selama pemberian fenitoin 4
d) Lanjutan
pemberian oksigen bila bayi mengalami ganggun napas (misalnya : sianosis
sentral frekuensi napas <30x/ menit). Kurangi pemberian oksigen secara bertahap untuk
memperbaiki gangguan napas sampe batas terendah yang tidak menyebabkan sianosis
sentral.
b. Bayi
tetanus
Penanganan
awal :
1) Pasang
jalur IV
2) Berikan
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3 jam (degan
dosis 0,5 mL/kg per kali pemberian),maksimum 40 mg/kg/hari
3) Bila
jalur IV tidak terpasang,pasang pipa lambung dan berikan diazepam melalui pipa
atau melalui rectum
4) Bila
perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam
5) Bila
frekuensi napas kurang 30kali/menit,obat dihentikkan,meskipun bayi masih
mengalami spasme.
a) Bila
bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis sentral setelah
spasme,berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang
6) Berikan
bayi:
a) Kuman
tetanus immunoglobulin 500 U IM atau tetanus
antitoksin 5000 U IM
b) Tetanus
toksoid 0, mL IM pada tempat yang berbeda
dengan pemberian antitoksin
c) Bensilpenisilin
G 100 000 U/kg IV dosis tunggal selama 10 hari
d) Bila
terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusat ,
atau keluar nanah dari permukaan tali pusat , atau bau busuk dari area tali
pusat, berikan pengobatan untuk infeksi local tali pusat.
7) Berikan
ibunya imunisasi tetanus toksoid 0.5 mL (untuk melindungi ibu dan bayi yang
dikandung berikutnya) dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk
pemberian dosis kedua.
c. Hipertermia
Penanganan awal:
1) Bila
suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan :
Bila bayi belum pernah diletakkan didalam
alat penghangat:
a) Letakkan
bayi diruangan dengan suhu lingkungan normal(25-28oC)
b) Lepaska
sebagian/seluruh pakaiannya bila perlu
c) Periksa
suhu aksiler setap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
d) Bila
suhu sangat tinggi > 39Oc , bayi dikompres atau dimandikan selam 10-15 menit
dalam air yang suhunya 4oC lebih rendah daripada suhu tubuh bayi
Bila
bayi pernah diletakkan dibawah incubator
:
a) Turunkan
suhu alat penghangat. Bila bayi didalam incubator buka incubator sampai suhu dalam batas normal
b) Lepas
sebagian atau seluruh pakaina bayi selam 10 menit kemudian
c) Beri
pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
d) Periksa
suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
e) Perikas
suhu incubator setiap jam dan sesuaikan pengatur suhu
Bila bukan karena paparan panas yang
berlebihan
·
Terapi untuk kemungkinan besar
sepsis
·
Letakkan bayi diruang dengan
suhu lingkungan normal
·
Bila suhu sangat tinggi,
bayi di kompres atau dimandikan selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 4◦c
lebih rendah daripada suhu tubuh bayi
E. Langkah
lanjut penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
1. Langkah
lanjut penanganan kegawat daruratan maternal
a. Mola
hidatidosa
Penanganan lanjut:
1) Pasien
dianjurkan untuk menggnakan kontrasepsi hormonal atau tubektomi apabila untuk
menghentikan fertilitas
2) Lakukan
pemntauan setiap 8 minggu selama minimal 1 tahun pasca evakuasi dengan
menggunakan tes kehamilan dengan urin karena adanya resiko timbulnya peyakit
trofoblas yang menetap atau koriokarsinoma. Jika tes kehamilan dengan urin
tidak negatif selama 8 minggu atau menjadi positif kembali dalam 1 tahun
pertama, rujuk ke pusat kesehatan tersier untuk pemantauan dan penanganan lebih
lanjut.
b. Ektopik
Penanganan lanjut:
1) Sebelum
memperbolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasehat mengenai prognosis
kesuburannya mengingat meninggkatnya resiko akan kehamilan ektopik selnjutnya,
konseling metode kontrasepsi dan penyediaan metode kontrasepsi, jika
diinginkan, merupakan hal yang penting.
2) Perbaiki
anemia dengan silfa ferosus 600 mg per hari per oral selama 2 minggu.
3) Jadwalkan
kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu.
2. Langkah
lanjut penanganan kegawatdaruratan neonatal
a. Kejang
(pada neonatal)
Penanganan lanjut kejang :
1) Amati
bayi untuk melihat kemungkinan kejang berulang.
2) Bila
kejang berulang dalam waktu 2 hari, beri fenobarbital 5 mg/kg / hari per oral ,
sampai bebas kejang selama 7 hari. Bila kejang berulang setelah 2 hari bebas
kejang , ulangi pengobatan dengan fenobarbital seperti pada tahap penangan awal
3) Lanjutkan
pemberian cairan IV :
a) Batasi
volume cairan sampai dengan 60 ml /kg
per hari pada hari pertama .
b) Monitor
dieresis
c) Bila
bayi kencing ,6x/hari atau tidak ada produksi urin sama sekali jangan menambah
volume cairan pd hari berikutnya .
d) Bila
jumlah urin mulai meningkat, naikkan volume cairan IV
4) Berikan
perawatan umum untuk bayi :
a) Hindarkan
stimulasi suara pada bayi yang
berlebihan
b) Pegang
dan gerakan bayi dengan pelan untuk menghindari trauma karena tonus ototnya
masih lemah .
c) Jelaskan
pada ibu bahwa fenobarbital dapat menyebabkan bayi mengantuk untuk beberapa
hari
d) Bila
bayi sudah 3 jam tidak kejang anjurkan ibu untuk menyusui bayinya . bila bayi
tidak mau menyusu ASI beri ASi peras dengan menggunakan salah satu alternative
cara pemberian minum.
5) Bila
bayi mendapat fenobarbital setiap hari :
a) Lanjutkan
fenobarbital sampe 7 hari setelah kejang yang terakhir
b) Bila
fenobarbital sudah di hentikan , lanjutkan amati sampai 3 hari berikutnya
6) Jelaskan
pada Ibu bahwa bila kejang sudah berhenti dan bayi dapat minum sampai dengan
umur 7 hari, kemungkinan bayi akan sembuh sempurna
7) Anjurkan
ibu untuk memegang dan mengelus bayinya untuk membantu mengurangi iritabel.
8) Bila
sudah tidak kejang minimal 3 hari dan ibu dpt menyusui dan tidak di jumpai
masalah yang memerlukkan perawatan di rumah sakit , bayi dapat di pulangkan.
9) Rencanakan
kunjungan tindak lanjut tiap minggu.
b. Bayi
tetanus
Penanganan lanjutan:
1) Rawat
bayi diruang yang tenagn dan gelap untuk mengurangi rangsangan yang tidak
perlu, tetapi harus yakin bahwa bayi tidak terlantar
2) Lanjutan
pemberian cairan IV
3) Pasang
pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI peras di antara periode spasme.
Mulai dengan jumlah setengah ebutuhan per hari dan dinaikkan secara perlahan
jumlah ASI yang diberikan sehngga tercapai jumlah yang diperlukan dalam 2 hari
4) Nilai
kemampuan minum 2 kali sehari dan anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu
terlihat bayi siap untuk menghisap
5) Jelasakn
kepada ibu bahwa angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50%
atau lebih), tetapi bayi kalau bias bertahan hidup tidak akan mempunyai dampak
penyakitnya di masa mendatang
6) Bila
sudah tidak terjadi spasme selama 2 hari , bayi minum baik dan tidan ada lagi
masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit maka bayi dapat dipulangkan.
c. Hipertermia
Penanganan
Lanjut:
1) Yakinkan
bayi mendapat masukan cukup cairan:
a) Anjurkan
ibu untuk menyusui bayinya
b) Bila
terdapat tanda dehidrasi tangani dehidrasi
2) Periksa
kadar glukosa darah bila < 45 mg/dl, tangani hipoglikemia
3) Cari
tanda sepsis
4) Setelah
suhu bayi normal:
a) Lakukan
perawatan lanjutan
b) Pantau
bayi selam 12 jam. Periksa suhu setiap 3 jam
5) Bila
suhu dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukkan perawatan dirumah sakit,bayi dapat
dipulangkan.Nasihati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari
pancaran panas yang berlebihan.
F. Prinsip
Penentuan,Pencegahan dan Penanganan Syoks
1. Pengertian
Syok
Syok merupakan kegagalan system sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke orgn-organ vital. Syok merupakan suatu
kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif.
2. Curigai
atau antisipasi syok jika terdapat suatu atau lebih kondisi berikut ini.
a. Pendarahan
pada awal kehamilan ( seperti abortus, kehamilan ektopik, atau mola)
b. Pendarahan
pada akhir kehamilan atau persalinan (seperti plasenta prefia, solusio
plasenta, rupture uteri)
c. Pendarahan
setelah melahirkan ( sperti rupture uteri, atonia uteri, robekkan jalan lahir,
plasenta yang tertinggal)
d. Infeksi
(seperti pada abortus yang tidak atau abortus septic, amnionitis, metritis,
pielonefritis)
e. Trauma
( perlukaan pada uterus atau usus selama proses abortus, rupture uteri,
robekkan jalan lahir)
3.
Tanda dan gejala
Diagnosis syok jika terdapat tanda atau
gejala berikut
a. Nadi
cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
b. Tekanan
darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
c. Pucat
(khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut)
d. Keringat
atau kulit yang terasa dingin dan lembab.
e. Pernapasan
yang cepat (30x/menit atau lebih)
f. Gelisah,
bingung atau kehilangan kesadaran
g. Urin
yang sedikit (kurang dari 30 ml/jam
4.
Penanganan penyebab syok
Tentukan
penyebab syok setalah ibu tersebut
stabil keadaannya.
a. Syok
perdarahan
Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai
penyebab syok :
1) Ambil
langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan perdarahan (sperti
oksitosin, masase uterus, kompresi bimanual, kompresi aorta persiapan untuk
tindakan pembedahan)
2) Transfuse
sesegrea mungkin untuk mengganti kehilangan drah. Pada kasus syok karena
perdarahan, transfuse darah dibutuhkan jika Hb<8g%. Biasanya darah yang
diberikan ialah darah segar yang baru diambil dari donor darah.
3) Tentukan
penyebab perdarahan dan tata laksana:
a) Jika
perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai abortus, kehamilan
ektopoik atau mola.
b) Jika
perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinnan tetapi sebelum
melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta, atau robekkan dinding
uterus (rupture uteri)
c) perdarahan
terjadi setelah melahirkan, curigai robekkan dinding uterus, atonia uteri,
robekka jalan lahir, plasenta yang tertinggal.
d) Nilai
ulang keadaan ibu : dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian cairan, nilai
ulang keadaan ibu tersebut untuk melihat adanya
tanda-tanda perbaikkan.
e) Tanda-tanda
bahwa kondisi pasie sudah stabil atau
ada perbaikkan sebagai berikut :
i.
Tekanan darah mulai naik,
sistolik mencapai 100 mmHg,
ii.
Denyut jantung stabil,
iii.
Kondisi mental pasien
membaik, ekspresi ketakutan berkurang,
iv.
Produksi urin bertambah.
Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/jam.
b. Syok
septic
Jika infeksi dicurigai
menjadi penyebab syok:
1) Ambil
sampel secukupnya (darah,urin,pus) untuk kultur mikroba sebelum memulai terapi
antibiotika, jika fasilitas memungkinkan.
2) Penyebab
utama syok septic (70% kasus) ialah bakteri gram negative sperti eskresia koli,
klebsiella pneumonia, serratia, enterobakter, dan pseudomonas.
3) Antibiotika
harus diberikan apabila diduga atau terdapat infeksi, misalnya pada kasus
sepsis, syok septik, cidera intraabnominal, dan perforasi uterus.
5. Prinsip
dasar penanganan syok
a. Tujuan
utama pengobatan syokmialah melakukan penanganana awal dan khusus untuk
menstabilkan kondisi pasien,memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
mengefesiensikan sitem sirkulasi darah.
b. Penanganan
awal
1) Mintalah
bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
2) Lakukan
pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan
napas bebas.
3) \Pantau
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4) Baringkan
ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan resiko terjadinya aspirasi
jika ia muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka.
5) Jagalah
ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernyadan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6) Naikkan
kaki untuk menambah jumlah darah yang
kembali jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur di bagian kaki)
c. Penanganan
khusus
1) Mulailah
infuse iv (2 jika memungkinnkan) dengan menggunakan kanula atau jarum terbesar
(nomor 16 atau ukuran terbesar yang tersedia). Darah diambil sebelum pemberian
cairan infuse untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocokkan, pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk
trombosit ureum, kreatinin, PH darah, dan elektrolit, faal hemostatis, dan uji
pembekuan.
2) Segera
berikan cairan infuse (garam fisiologi atau ringer laktat) awalnya dengan
kecepatan 1 liter dlam 15-20 menit.
Catatan
: hindaripenggunaan pengganti plasma (seperti dekstran). Belum terdapat bukti
bahwa pengganti plasma lebih baik jika dibandingkan dengan garam fisiologi pada
resusitasi ibu yang mengalami syok dan dekstran dalam jumlah banyak dapat
berbahaya.
3) Berikan
paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi cairan
yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan.
4) Setelah
kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infuse dipertahankan dalam
kecepatan 1 liter per 6-8 jam.
Catatan:
infuse dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk menggant 2-3 kali lipat
jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
5) Pantau
terus tanda – tanda vital ( setiap 15
menit) dan darah yang hilang . apabila kondisi pasien membaik , hati hati agar
tidak berlebihan member cairan . Napas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan cairan
6) Lakukan
kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan
yang masuk dan jumlah urine yang keluar . produksi urin harus diukur dan
dicatat
DAFTAR PUSTAKA
DepKes
RI.2005.Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter ,bidan, dan
perawat di rumah sakit.
Prawirohardjo, Sarwono.2009.
Ilmu Kebidanan . Yayasan Bina Pustakan
Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Saifuddin, Abdul.2004. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonata. Yayasan Bina Pustakan Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar